|Refleksi|
|Lap-put|
|Wawancara|
|Lip-Sus|
|Hukum|
|Kolom TSL|
|Layar|
Rehat
:
Mau Menggerakkan Otak
Ayo.... Bermain Xiangqi
Bagi anda yang gemar
bermain catur, mulai sekarang
berhati-hatilah. Karena telah muncul saingan
baru yakni Xiangqi. Walau baru terdengar,
tapi keberadaan Xiangqi sudah ada sejak
dahulu. Dan rasanya kurang afdol kalau tidak
mencobanya karena Xiangqi beda dari catur
biasa.
Suatu hari
ketika matahari mulai menenggelamkan dirinya
dan diganti oleh terangnya cahaya lampu,
SINERGI secara sengaja berada di stasiun
kereta api Manggarai Jakarta. Situasi stasiun
tersebut tampak seperti biasanya, ramai
sekali oleh hilir mudiknya orang naik turun
kereta api. Kegaduhan makin bertambah saat
beberapa pedagang kaki lima yang menggelar
dagangannya di lantai, mengeluarkan suara
untuk menawarkan dagangan ke konsumen. Ada
yang menjual VCD (bajakan), suratkabar,
makanan, minuman dan sebagainya. Namun dari
sekian pedagang itu, ada satu yang menarik
perhatian SINERGI. Apa itu? Orang itu tidak
menjual barang melainkan mengharapkan orang
agar mau bermain catur. Menariknya yakni
orang yang ingin bermain catur harus membayar
Rp. 1.000,- dengan imbalan hadiah dua bungkus
rokok bermerk.
Sekilas memang
kita akan tertarik karena menganggapnya
mudah. Bagaimana tidak, hanya dengan tiga
langkah saja, akan dapat hadiah yang jauh
lebih mahal dari yang kita bayar. Tapi kalau
diperhatikan, ternyata permainan itu sulit
sekali dan hanya bandar saja yang tahu kunci
untuk memenangkannya. Itulah sedikit gambaran
bagaimana olahraga catur yang sering
diperlombakan di dunia internasional ternyata
telah dimanfaatkan oleh segelintir orang
untuk mengeruk rupiah. Mungkin kalau Anatoly
Karpov ataupun Garry Kasparov , pecatur
tingkat dunia melihat hanya bisa tertawa
sambil mengelus dada. Ternyata orang
Indonesia lihai dalam mensosialisasikin
olahraga catur.
Namun
demikian, terlepas dari semua itu, kita tak
perlu mempermasalahkan. Justru yang menjadi
perhatian kita adalah hakekat dan macam dari
catur itu sendiri. Banyak yang beranggapan
bahwa olahraga catur adalah olahraga bagi
orang yang malas tapi memeras otak. Kenapa
demikian? Karena orang yang bermain catur
hanya duduk berjam-jam memandangi bidaknya.
Dan jika kita membicarakan catur, sebenarnya
olahraga ini ada beberapa macam. Mungkin
selama ini kita hanya mengenal catur seperti
itu. Tapi sesungguhnya ada lagi yang lain
seperti misalnya Catur Gajah atau bahasa
Mandarinnya Xiangqi.
Berbicara
mengenai Xiangqi, ternyata catur ini
mempunyai kemiripan dengan olahraga catur
biasa. Ada buah bidaknya, papannya dan
peralatan yang digunakan pun sama. Mungkin
yang membedakan hanya bidak, warna anak dan
papan catur. Kalau catur biasa warna anak
catur (Qizi) hanya putih dan hitam, sementara
Xiangqi terdiri dari biru dan merah.
Sementara papan catur biasa terdiri dari
kotak-kotak yang berwarna putih hitam,
Xiangqi putih polos. Di Xiangqi, papan
caturnya dibagi dua bagian dimana dibatasi
oleh sungai yang diberi nama Zhu He Han Cie.
Kalau di catur
biasa kita mengenal pembukaan Cicilia atau
yang lainnya, sementara Xiangqi tidak ada.
Dalam menjalankan buah bidaknya, di Xiangqi
tidak boleh sembarangan karena sudah ada
aturannya. Yang terpenting adalah adanya
meriam yang bisa membom buah bidak lawan
asalkan di depannya ada bidak yang
menghalangi. Demikian sedikit gambaran
Xiangqi.
Xiangqi di Indonesia
Dari namanya
kita bisa menebak bahwa Xiangqi berasal dari
dataran Tingkok 2000 tahun silam. Masuk ke
Indonesia secara pasti tidak ada yang
mengetahui secara persis. Tapi dari sumber
SINERGI yang bisa dipercaya, Xiangqi masuk ke
Indonesia sejak orang Tionghoa masuk ke
Nusantara. Seiring dengan perkembangan zaman,
pada tahun 1979, catur gajah secara resmi
menginduk ke Persatuan Catur Seluruh
Indonesia (Percasi) Unit Catur Gajah, di
bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia
(KONI). Yang pertama kali menjabat sebagai
ketua umum adalah JLL Taulu. Setelah
reformasi, tahun 1999 JLL Taulu kemudian
digantikan oleh Brigjen (Purn) TNI Tedy
Jusuf. Kemudian pada tahun 2000, melalui
Munas yang diselenggarakan di tengah Kejurnas
catur gajah, dipilih kembali ketua umum tahun
2000-2004 adalah Tedy Yusuf.
Dalam munas
itu pula berhasil disepakati bahwa Catur
Gajah tidak lagi menginduk kepada Percasi
melainkan berdiri sendiri seperti induk
organisasi lainnya. Namanya pun berubah
menjadi Persatuan Xiangqi Indonesia (PEXI).
Menurut Tedy Yusuf, hal itu dikarenakan
Xiangqi beda dengan catur biasa. "Di
tingkat dunia ada World Xiangqi Federation,
Asian Xiangqi Federation, Asean Xiangqi
Federation," lanjut Tedy Yusuf. Hingga
saat ini sudah terdaftar sebanyak 11 propinsi
yang menjadi anggota PEXI. Keberadaan Xiangqi
di Indonesia memang jarang kita dengar. Hal
itu disebabkan karena adanya larangan dari
penguasa selama 32 tahun. Dan ada saja alasan
yang dikeluarkan. Menurut Kodiat Fatah, Ketua
PEXI Pengda Jawa Barat,"Aparat
menganggap ini permainan judi. Sebenarnya ini
bukan."
Jika saja
tidak dilarang oleh penguasa, sebenarnya
Xiangqi banyak yang berminat. Karena selain
sebagai olahraga ternyata Xiangqi mempunyai
khasiat lain. Menurut Acong, yang tampil
sebagai juara pertama dalam Kejurnas tahun
2000 mengungkapkan bahwa Xiangqi sangat baik
untuk kesehatan. "Saya berminat karena
Xiangqi dapat menggerakkan otak supaya nggak
lambat, terutama yang sudah berumur,"
sambung Acong.
Setelah resmi
berpisah dari Percasi, PEXI sekarang mulai
melakukan sosialisasi ke berbagai daerah.
Tedy Yusuf sendiri menyarankan agar pengurus
daerah terus melakukan pembibitan dengan
melakukan kejuaraan-kejuaraan. "Saya
mengharapkan pada perayaan Imlek dan Hari
kemerdekaan RI dilakukan kejuaraan,"
lanjut Tedy Yusuf. Sementara Kodiat Fatah,
dari Jabar lain lagi. Ia misalnya akan
mensosialisaikan melalui kerjasama dengan
berbagai pihak. "Sekolah, camat, lurah,
gubernur bahkan wartawan akan saya
rangkul," tutur Kodiat.
Beberapa
kendala yang menghambat sosialisasi di
Indonesia adalah Xiangqi banyak dimainkan
oleh orang-orang tua. Dan jarang bahkan tidak
ada generasai muda yang tertarik terhadap
Xiangqi. Ini terbukti pada setiap kejuaraan,
tidak terlihat satupun anak muda yang ikut
bertanding. Acong sendiri mengakui bahwa
anaknya tidak ada yang mewarisi
kepandaiannya. Selain itu masih banyak yang
menganggap Xiangqi tidak bisa dijadikan lahan
untuk mencari nafkah. "Saya hanya
sekedar hobi dan sibuk mencari uang di bidang
lain," tutur Acong. Seorang pengurus ada
yang menyeletuk, Bagaimana orang lain
mau ngerti dan tertarik kalau sekarang
bidaknya menggunakan huruf Mandarin.
Lalu bagaimana jalan keluarnya?, pancing
SINERGI. Dengan santainya orang tersebut
menjawab,"Biarkan saja bidaknya seperti
biasa karena di dunia internasional pun tidak
menggunakan huruf Mandarin." Namun saat
dikonfirmasi mengenai hal ini, pihak pengurus
memberi jawaban,"Kebetulan saat kejurnas
sekarang banyak orang Tionghoa yang ngerti
sehingga disepakati menggunakan huruf
Mandarin." (MSb/Yudi)
|Refleksi|
|Lap-put|
|Wawancara|
|Lip-Sus|
|Hukum|
|Kenangan TSL|
|Layar|
|
Utama | | Redaksional | |Saran / Kritik Masukkan | |Denah
Alamat
| |Lain-lain |
Copyright © 2000 SINERGI On-Line (Indonesian
Chinese Magazine) Send Mail to sinergi-mag@china.com with comments about
this web site
All Rights Reserved
Designed by Rickysept and hosted by www.tripod.com