|Lap-put|
|Wawancara|
|Lip-Sus|
|Iptek|
|Ekonomi|
|Kolom TSL|
|Layar|
Menyikapi
Tahun Baru Imlek Wahid di Milenium III
Festival
Musim Semi (Chun-Jie) dalam penanggalan lunar
atau Imlek dirayakan oleh berbagai suku
bangsa dan etnik di dunia dengan versi mereka
masing-masing. Tapi yang dominan tampaknya
adalah versi Tiongkok. Itu wajar saja
mengingat penduduknya yang sangat besar dan
desenden maupun derivat Tionghoa tersebar di
segala pelosok dunia. Menurut Sekretaris Umum
Matakin, Budi S. Tanuwibowo, Hari Raya itu
bagi pemeluk agama Khonghucu adalah hari raya
Keagamaan. Tapi banyak saudara kita etnik
Tionghoa yang memeluk agama lain tetap
menerima, secara sadar maupun tidak
unsur-unsur ajaran Khonghucu, Imlek dianggap
sebagai hari raya Kultural Tionghoa secara
umum. Kini etnik Tionghoa Indonesia beragama
apapun tidak takut atau ragu lagi secara
terbuka mendukung perayaan tahun baru Imlek
itu. Ini tak lepas dari jasa Gus Dur, yang
menurut shio beliau akan lebih berprestasi di
Tahun Ular.
Salah satu
aspek yang erat melekat pada perayaan tahun
baru Imlek ini, selain memberi ucapan selamat
Kionghi adalah pemberian
angpao alias amplop merah berisi
uang sebagai simbol selamat. Di lingkungan
keluarga hanya anak yang belum berkeluarga
yang berhak memperoleh angpao.
Tapi di kalangan lain, seperti hubungan
pejabat dengan klien mereka,
justru sang pengayom berharap
mendapat upeti merah itu. Ternyata hal yang
bisa menjadi legalisasi KKN itu sudah
diantisipasi pemerintah dan partai berkuasa
di China yang sedang giat menghukum mati
koruptor kakap. Semua jajaran dilarang
mengeksploitasi acara Imlekan
(bai-nian). Hanya acara
bai-nian kolektif yang
diselenggarakan Pusat untuk saling kionghi
dan menyampaikan selamat kepada rakyat akan
dikecualikan dari larangan tersebut. Kapan
kita di sini bisa seketat itu? Entahlah.
Selain
fenomena sosial budaya dan religius, ternyata
perayaan tahun baru Imlek juga mengandung
nuansa politik. Buktinya belakangan ini
banyak tokoh politik, semi politik maupun
organisasi massa menyatakan dukungan bagi
tahun baru Imlek dijadikan hari libur
nasional. Tapi, sebagian cukup besar lainnya,
khususnya yang lebih waswas dan kritis
cenderung bersikap wait and
see . Sebetulnya menjadikan
Imlek menjadi hari libur baik saja.
Pertimbangannya, selain yang dikemukakan
Amien Rais, yakni jumlah etnik Tionghoa
Indonesia yang 5 - 7 juta (nomor 3 setelah
Jawa dan Sunda -red.) , tapi jelas
bisa berguna memperbaiki citra kita dan
menarik wisatawan dan devisa. Tapi fenomena
dukung-mendukung yang terasa impulsif bisa
jadi sulit dicerna. Mungkin lebih pas kalau
dimulai dengan menjadi-kannya hari libur
fakultatif bagi yang merayakan. Jadi, jangan
seperti di era Orba, di hari tahun baru Imlek
justru sengaja diadakan ulangan
atau testing di sekolah dasar, menengah
sampai universitas. Otomatis anak didik
terpaksa hadir. Dengan proses yang bertahap,
diharapkan substansi persoalan yang justru
lebih substansial dapat ikut ditangani.
Sebab, harus kita akui bahwa sudah begitu
lama etnik Tionghoa diisolasi dari apapun
yang berbau politik, sehingga kini tak
seorangpun tokoh Tionghoa Indonesia yang
cukup berbobot dibidang ini, khususnya yang
benar-benar dapat mewakili aspirasi etnik
Tionghoa dalam konsep pembangunan Indonesia.
Padahal kesadaran dan partisipasi politik itu
merupakan kunci penting pembangunan bangsa
kita secara sehat dan timbulnya sinergisme
antar semua komponen bangsa.
Partai-partai
politik sekarang tampaknya sudah membuka
pintu bagi partisipasi etnik Tionghoa.
Kesempatan ini merupakan hak sekaligus tugas
mulia bagi kita semua. Setidak-tidaknya kita
boleh belajar dari negeri Jiran (Malaysia).
Dengan proporsi etnik Tionghoa di masyarakat
yang mencapai 35% itupun ternyata etnik
Tionghoa mampu menunjukkan tanggung jawab
sosial maupun politiknya, sehingga kondisinya
sekarang jauh lebih baik dibanding kita.
Perayaan tahun baru Imlek tidak pernah
dilarang dan tak pernah menjadi masalah.
Lantas, mengapa kita disini yang hanya 3 - 5%
dikucilkan dan dijadikan masalah? Itulah
kekeliruan yang harus lebih serius kita
benahi mulai Imlek 2552 ini. (MSb01)
|Lap-put|
|Wawancara|
|Lip-Sus|
|Iptek|
|Ekonomi|
|Kolom
TSL|Layar|
|
|
Utama | | Redaksional | |Saran / Kritik Masukkan | |Denah
Alamat
| |Lain-lain |
Copyright © 2000 SINERGI On-Line (Indonesian
Chinesse Magazine) Send Mail to metta@indo.net.id with comments about
this web site
All Rights Reserved
Designed by Rickysept and hosted by www.tripod.com