|Refleksi|
|Lap-put|
|Wawancara|
|Lip-Sus|
|Iptek|
|Kolom TSL|
|Layar|
Kolom Ekonomi:
Ekonomi
dan Ekonomi Politik
Oleh: Burhan
Krisis
ekonomi
yang menimpa Indonesia sejak pertengahan
tahun 1997 disamping telah membawa dampak
yang sangat berat kepada kehidupan kita
semua, baik perorangan maupun sebagai bangsa,
juga telah lebih meningkatkan perhatian kita
semua kepada masalah ekonomi. Krisis di
bidang ekonomi menyebabkan mantan presiden
Suharto mundur dari jabatan presiden. Setelah
terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 1999,
rakyat mengharapkan pemerintah Gus Dur
Mega bisa secepatnya mengatasi krisis ekonomi
sehingga kehidupan rakyat bisa pulih dan
meningkat dari hari ke hari. Masalah sistem
politik, masalah hukum, masalah sistem
pemerintahan, masalah dwifungsi ABRI, perlu
direformasi karena sistem orde baru ternyata
telah membawa kita kepada situasi krisis
ekonomi. Demikian juga KKN perlu diberantas
karena telah menyebabkan ekonomi nasional
kita menjadi tidak efisien. Kita semua telah
menyadari bahwa masalah ekonomi adalah
masalah sentral bagi rakyat dan bagi negara
kita.
Apa yang harus
dilakukan dengan ekonomi, bukan saja menjadi
masalah krusial bagi kita di Indonesia,
melainkan juga suatu masalah besar bagi dunia
yang telah semakin terintegrasi sekarang ini.
Semakin terintegrasi ekonomi berbagai negara
kedalam ekonomi dunia, semakin rumit masalah
ekonomi yang akan kita hadapi. Di masa lalu,
dimana berbagai suku, berbagai bangsa dan
berbagai negara hidup dalam keadaan
terpisah-pisah, masalah ekonomi tidaklah
sepelik saat ini. Bahkan pada jaman kuno,
berbagai suku atau kelompok masyarakat
berproduksi seadanya untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri. Kadang-kadang mereka berhasil
meningkatkan produksi, kadang-kadang gagal
sehingga menimbulkan becana. Masyarakat di
jaman kuno ada yang tidak tahu menahu tentang
ekonomi, bahkan mereka tidak tahu dan tidak
punya kata "ekonomi". Mereka tidak
punya masalah defisit anggaran, tak tahu dan
punya indikator ekonomi, pendeknya tak punya
kebijakan ekonomi. Dengan kata lain,
masyarakat pra-modern tidak memisahkan
ekonomi dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam
kehidupan masyarakat dunia, mungkin kira-kira
akhir abad ke 18 barulah masalah ekonomi
mulai menjadi perhatian. Karl Polanyi adalah
pemikir pertama yang yang menaruh perhatian
terhadap "pemisahan" ekonomi dari
kehidupan sehari-hari. Dialah yang membedakan
antara ekonomi yang "melekat" dan
ekonomi yang "terpisah" dari
kehidupan sehari-hari. Tempat dimana ekonomi
itu "melekat" untuk pertama kalinya
adalah keluarga. Marshal Sahlins, seorang
antropologi mencatat bahwa di dalam
masyarakat primitif, "keluarga membentuk
semacam ekonomi kecil". Ketika itu,
laki-laki dan wanita dewasa bersama-sama
melakukan pekerjaan kemasyarakatan.
"Melekatnya" ekonomi pada keluarga
telah membatasi kebutuhan kita secara radikal
dan menyebabkan kita tidak bisa memenuhi
semua kebutuhan kita, karena keterbatasan
pengetahuan, sumber daya alam, ketrampilan
dsbnya. Hal ini juga menyebabkan diri kita
dan masyarakat kita terisolasi satu sama
lain. Di dalam masyarakat primitif, manusia
terpisah-pisah kedalam ribuan, bahkan mungkin
puluhan atau ratusan ribu kelompok-kelompok
kecil, dimana masing-masing berdiri sendiri
dan bertujuan mencari sesuatu keluar hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup kelompok
mereka sendiri. Anggota-anggota keluarga
bergantung kepada famili mereka mendapatkan
kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka mempunyai
hubungan yang erat satu sama lainnya dalam
suatu kelompok yang sangat terbatas dalam
usaha untuk bisa "survive".
Kira-kira
sejak abad ke 18 itulah "kelekatan"
ekonomi pada keluarga mulai berubah menjadi
"kelekatan" kepada negara. Dan
ketika itu pulalah kata "ekonomi
politik" mulai muncul, dimana batasan
ekonomi dari keluarga berubah menjadi negara.
Sekarang di dunia di mana kita hidup, kita
tidak bisa membayangkan bagaimana kalau
seandainya kita berproduksi sendiri untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga kita saja.
Sekarang kita bergantung kepada orang-orang
yang samasekali tidak kita kenal dan tidak
kita ketahui. Kita tidak memproduksi barang
untuk kita konsumsi sendiri. Barang-barang
kebutuhan kita bisa datang dari berbagai
negara di dunia. Mobil yang kita gunakan
mungkin di produksi di Jepang, Jerman,
Amerika, Perancis, Korea dan negara-negara
lainnya. Baja, mesin-mesin industri,
alat-alat rumah tangga seperti kulkas, radio
televisi, selain di produksi sendiri, juga
ada yang di produksi di Jepang, Korea Selatan
dan Jerman. Barang-barang tersebut diproduksi
oleh orang-orang atau perusahaan-perusahaan
yang tidak kita kenal. Selain membeli
barang-barang tersebut, kita sedikit sekali
mengetahui dan mempunyai hubungan dengan
mereka. Bila mereka penduduk negara kita,
maka kita tentu punya banyak kesamaan yang
lebih banyak dengan mereka, tetapi bila
datang dari negara lain, maka hubungan kita
hanyalah masalah jual-beli. Tetapi ketika
kita membeli barang dagangan mereka, kita
memasuki suatu hubungan interaksi dengan
mereka. Bukan hanya dalam hal jual beli,
melainkan juga dalam kebudayaan, dimana kita
rasakan pengaruh itu dalam barang-barang
mereka yang kita gunakan, meskipun kita
terpisah ribuan kilometer dari mereka yang
sama sekali mungkin tidak kita kenal. Maka
kita bukan hanya telah meninggalkan isolasi
ekonomi keluarga sebelumnya ke ekonomi
negara, melainkan juga telah melangkah menuju
ekonomi dunia.
Jelaslah bahwa
ekonomi tidak lagi sama dengan kehidupan
sehari-hari kita. Ekonomi tetap berjalan
apakah kita ikut dalam kegiatan itu atau
tidak. Ekonomi telah terpisah dari kita.
Dalam bahasa Polanyi, ekonomi sekarang telah
"terpisah" dari kegiatan kita orang
per orang. Hal ini menimbulkan masalah baru,
yaitu siapa penentu masalah kebijakan dan
kontrol. Ketika ekonomi hanya menjadi
kegiatan keluarga, maka kebijakan maupun
kontrol berada ditangan keluarga itu sendiri.
Tetapi ketika ekonomi telah
"terlepas" dari kegiatan keluarga,
maka kebijakan dan kontrol ada pada institusi
bersama, yaitu negara. Dan ketika ekonomi
mulai menjadi kegiatan bersama kita penghuni
bumi ini, penentu kebijakan dan kontrol
seharusnya berada di tangan semua negara di
dunia, walaupun kenyataannya tidak demikian.
Maka ilmu politik ekonomi yang semula
melingkupi kebijakan ekonomi suatu negara,
mulai berubah menjadi kebijakan ekonomi dalam
negeri dan hubungan ekonomi internasional.
|Refleksi|
|Lap-put|
|Wawancara|
|Lip-Sus|
|Iptek|
|Kolom TSL|
|Layar|
|
Utama | | Redaksional | |Saran / Kritik Masukkan | |Denah
Alamat
| |Lain-lain |
Copyright © 2000 SINERGI On-Line (Indonesian
Chinesse Magazine) Send Mail to metta@indo.net.id with comments about
this web site
All Rights Reserved
Designed by Rickysept and hosted by www.tripod.com